Pages

Jumat, 01 November 2013

Catatan seorang pemimpi



            Semua orang punya mimpi. Jadi terkadang aku bertanya kepada orang di sekitarku tentang mimpi mereka. Mereka terkadang cuma diam. Ada yang menjawab dengan sungguh-sungguh. Ada juga yang menjawab setengah bergurau. Entah apa mimpi mereka yang sebenarnya. Aku hanya ingin bertanya .

Keinginanku untuk mengetahui mimpi orang-orang di sekitarku pertama kali ku utarakan kepada teman senasib sepenanggungan di SMK. Ketika itu kami "dolan" ke pantai. Bermaksud menghindar dari masalah di sekolah yang bersamaan menimpa kami. Di pantai itu kami saling bercerita tentang permasalahan di sekolah menurut sudut pandang masing-masing. Kami juga bercerita tentang permasalahan yang ada dalam keluarga kami. Lama aku bercerita tentang masalah yang ada dalam keluargaku, iseng-iseng aku bertanya padanya.


"Koe punya mimpi to?"
            "Mimpi, mimpi yang seperti apa?Aku punya mimpi kalau tadi malem. Nanti malem pas tidur aku juga punya mimpi lagi". Dia menjawab dengan nada yang ngawur.

"Ini bukan ngipi kembange tidur. Maksudku mimpi yang jadi angen-angenmu nanti di masa depan. Cita-citamu. Harapanmu-lah poko'e?."Aku bertanya dengan serius.

"Lek koe opo ?." Dia malah balik bertanya kepadaku.

"Ehmmmmmm..., aku pengen buka Warnet. Nggak cuma satu warnet saja. Aku pengen buka lima cabang. Yang empat ku buka dekat sekolahan biar rame. Nah, yang satunya lagi ku buka di rumahku sendiri dengan komputer yang servernya berspesifikasi tinggi. Jadi ketika aku berjaga di warnet, aku bisa main game kualitas tinggi sak penakku dewe. Aku menjawabnya dengan asal-asalan dengan ide yang tiba-tiba tersangkut di kepala.

"Ngipi ae leeeee..!!!. Tinggi banget mimpimu itu".

"Mosok segitu saja udah tinggi?. La mimpimu opo emange?" Aku terheran dengan apa yang ku dengar sekaligus penasaran dengan impiannya.

"Kita sekarang sekolah di SMK. Gak ada dua tahun lagi kita lulus. Teman-teman kita yang cewek bakal banyak yang dimantu. Kamu mungkin bisa kuliah. Kalau aku ya kerja. Cari duit." Sekarang raut mukanya yang serius jelas terlihat.

            Suara debur ombak yang menyapu pasir pantai kian jelas terdengar. Begitu pula desau angin yang semula hanya seperti berbisik sekarang menjadi riuh. Aku hanya bisa terdiam mendengar kata-katanya sembari memandang langit tempat mimpi-mimpiku bersembunyi. Di antara bunyi pantai yang sedang pasang itu aku tak ingin mengucap apa-apa. Ku pikir mimpiku akan aman jika tak ku ungkapkan padanya. Jika ku ceritakan mimpiku yang sebenarnya, dia pasti akan menjawab dengan jawaban yang sama : "Ngipi ae leeeee..!!! ”. Dibandingkan mimpi yang berada di benaknya, mimpiku pasti lebih tinggi dan keadaanku sekarang tidaklah mungkin untuk meraihnya.

Ngipi ae leeeee..!!! . Kata-kata kawanku  di hari itu terus terdengar dikepalaku. Bahkan begitu membekas. Sampai membuatku bertanya-tanya pada diri sendiri. “Apakah aku cuma pemimpi?”

Beberapa minggu kemudian aku serasa tenggelam ke dalam keraguanku sendiri. Cuma sebaris kalimat dengan tiga kata. Tetapi entah kenapa seperti beribu-ribu baris yang terdengar dan entah kenapa cukup dengan tiga kata itu sudah membuatku tak berdaya. Semangatku meredup. Memang tidak pantaskah aku bermimpi ?.

Sampai pada suatu ketika ku rebahkan tubuhku pada ujung malam. Malam itu bukanlah malam yang muram seperti sebelumnya. Diterangi lampu tidur yang remang pikiranku berkelana kemana-kemana. Hingga sebuah pertanyaan hinggap di kepalaku.“Kenapa dia bisa berkata seperti itu?”

            Semuanya buyar. Tiga kata itu kehilangan kesaktiannya setelah pikiranku singgah kepada suatu bayangan masa lalu. Masa lalu yang membuatku mengerti kenapa dia hanya bisa pesimis di masa depan.

“Seperti inilah hidup kami le...., pagi-pagi kami harus ke ladang. Sore nanti jam empat kami pulang sambil membawa rumput untuk si kambing.” Ibu kawanku menatap dengan penuh sahaja.

“Ladangnya di mana to bu ?” Aku berusaha melembutkan tutur kata.

“Ya di sana itu.” Sambil menunjuk sebuah bukit yang tak jauh dari rumahnya.

            Aku teringat dengan keadaan keluarganya yang menurutku serba kekurangan. Rumahnya tampak monoton. Berwarna kelabu tanpa goresan cat pada dinding. Tak ada bunga yang tertanam di pelataran. Yang terlihat hanya kerikil yang disebar untuk menahan lumpur yang becek. Ibu dan ayahnya bekerja di ladang sebagai petani biasa. Kawanku sering membantunya meski dengan perasaan keberatan. Antara rumah dan ladangnya memang tak jauh tapi jalannya menanjak. Belum lagi jika musim hujan tiba. Jalan yang menanjak itu bertambah licin.

 “Kalau cah enom disini kerjanya apa aja?” tanyaku kepada kawanku.

“Di sini cah enomnya kerja jadi kuli bangunan kalau gak kepingin lungo ke luar negri. Ada juga yang kerja di Surabaya, tapi menurutku lebih baik kerja di sini. Di Surabaya semuanya serba mahal.”

Kembali ku tatap lampu remang yang menambah hangat malam renunganku. Lampu remang yang menemaniku menulis cerita ini. Sampai di sini aku menjadi mengerti kenapa kawanku dulu begitu tak peduli dengan mimpi. Dia mungkin saja punya mimpi menjadi gitaris band atau menjadi bintang iklan atau profesi lain yang dulu sempat ia kagumi. Mimpi itu mungkin saja pernah bersembunyi di langit tempat mimpiku bersembunyi. Namun semuanya itu cuma mimpi ketika dia memandang orang tuanya yang setiap hari hanya bekerja di ladang, para pemuda di sekitarnya  yang menjadi kuli bangunan setelah lulus SMA dan teman-temannya yang nekat bekerja ke luar negeri. Mimpinya yang setinggi langit itu perlahan jatuh ke tanah sempit tempat dia tinggal.

Sebenarnya aku ingin bertanya kepada kawanku tentang mimpi ketika kami bertemu kembali. Aku ingin tahu apakah dia sekarang sudah punya mimpi atau dia sudah meraih impiannya. Dan akhirnya pada tanggal 23 oktober yang lalu dia mengabariku untuk menemaninya Ijab Qobul. Di saat itu juga aku ingin bertanya tentang mimpi lagi. Sayangnya setelah tiba di rumahnya aku menjadi ragu. Aku merasa itu bukan waktu yang tepat untuk bertanya soal mimpi. Karena sego rames dan jajanan bolak balik bersliweran di depanku.


Trenggalek, Jumat, 01 Nopember 2013

0 komentar:

Total Pageviews

Blogroll

© 2008 Blogroll. Adapted to Blogger by Zona Cerebral, design by Arcsin Web Templates.

Blogger news

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Berkawan dengan :